Minggu, 25 Agustus 2024

Senja Mengarungi Pelangi

 

"Mas Damar, nanti sore temani aku ngerjain tugas ya. Kalau gak sibuk. Di depan perpus." Begitulah isi WA mu siang itu.

Aku sedang tidak ngapa-ngapain ketika membaca WA itu. Hanya browsing saja di lab jurusan. Mengisi waktu karena jenuh dengan revisian skripsi. Dosbing 2 belum juga puas dengan runtutan naskahku. "Laporan begini, baiknya dibuang di tempat sampah. Gak laku dijual." Kata-katanya tajam membuatku takut-takut untuk konsultasi dengan beliau.

Semua step penelitian dan demo program sudah OK dengan Pak Sugeng, dosbing 1, tapi belum dengan dosbing 2. Aku habis akal bagaimana lagi hendak melakukan revisi. Kenapa masih selalu ada yang kurang. Bagian mana yang terlewati?

"OK," balasku pada Katya. "ba’da Ashar ya."

Semalam aku tidak menghubunginya sama sekali. Beberapa chatnya cuma kubaca saja. Cuma menanyakan hal-hal standard. Mandi, makan malam, tidur. Pagi ini pun aku cuma menjawab telepon dia sekenanya, Katya rutin membangunkanku untuk sholat Subuh. Aku membalas WA nya dengan penuh rasa ingin segera bertemu.

Waktu masih menunjukkan pukul 2 sore. Aku makan siang ala kadarnya di warung dekat gerbang belakang kampus. I was short on cash. Bahkan motor sudah beberapa hari ini tidak menyala karena tak ada bensin. Well Well Well. So poor back then. Beberapa orang kawan mengajak kembali ke lab, biasa nongkrong-nongkrong saja sesama mahasiswa semester akhir. Aku ikut, ternyata beberapa adik tingkat sedang diskusi kecil di gazebo. Ngomongin lomba yang akan mereka ikuti. Aku nimbrung saja karena aku lumayan dekat dengan angkatan di bawahku.

Mereka sedang membahas topik-topik penelitian dan ide dari angkatan pendahulunya. Mencoba mencari sesuatu untuk di improve.

"Eh, ada Mas Damar." Kata salah satu dari mereka menyapaku. "Mari duduk, Mas."

"Lagi nyapo, rek?" Sapaku.

"Ini Mas, temen-temen mau ikutan lomba buat nambah pengalaman."

"Lomba opo?"

"Ini dari Dikti, mereka ngadain lomba sinergi TI dengan pelestarian budaya Nusantara"

"Wah, nyebrang ke sosial juga?"

"Eh, kok gitu, Mas?"

"Hmmmm. Tuh ada kaitan dengan budaya. Bukannya gitu ya?"

Mereka kelihatan berpikir serius. Aku mengamati saja gerak-gerik mereka. Kelihatannya mereka tak ada ide. Well, aku juga gak punya ide. Jadi aku hanya diam dan membaca undangan dan mekanisme lomba di layar laptop mereka.

"Ada ide gak mas?"

"Lah, yo belum ada rek. Lagian sekarang aku kan fokus tugas akhir. Haha"

Iyep. Masaku sudah lewat untuk turut aktif di kegiatan lomba kayak itu. Sudah kulalui sekitar setahun lalu. Menyabet juara harapan, tak apalah. Kini aku hanya fokus untuk segera menyelesaikan tugas akhir. Dan menahan diri untuk tak ikut campur kegiatan junior yang mau ikut lomba. Kecuali mereka yang mengajak diskusi.

Kemudian salah satu dari mereka mengungkapkan idenya. Mencoba brainstorming tentang augmented reality. Ide yang cukup menarik. Pikirku. Aku menyimak obrolan mereka.

Adzan ashar berkumandang, cepat-cepat aku menuju ke Mushola untuk menunaikan shalat ashar. Lima belas menit kemudian, aku kembali ke lab untuk mengambil laptop. Untuk kubawa ke perpus bertemu dengan Katya.

Langkah-langkah panjang mengantarkanku secepat mungkin untuk bertemu dengan Katya. Ia belum datang di halaman perpus. Aku mencari meja yang kosong. Di dekat kolam ikan kecil. Sayangnya tidak terlindung atap. Suasana mendung, dingin kota malang mulai datang sore itu. Aku duduk dengan sabarnya, menunggu Katya datang.

"Aku sudah di perpus. Dekat kolam ikan." Pesan WA kukirim padanya.

"Ok. Tunggu mas, 15 menit. Baru mulai makan sama anak-anak." Balasnya.

Aku menunggu dengan sabar. Kutaruh tas di atas meja. Laptop tak aku nyalakan. Aku ndlosor saja bermain HP nonton YouTube. Sedang ingin melihat video klip lagu-lagu favorit. Deretan bangku halaman perpus dipenuhi anak-anak mahasiswa. Ada yang serius, ada yang ngobrol santai saja bersama teman-temannya.

Kulihat beberapa kenalan di BEM dulu terlihat sedang asyik berdiskusi. Mereka menyapaku sambil mengajakku kumpul bersama-sama. Aku hanya mengangguk, sedang tak berminat untuk ikutan nimbrung dengan orang-orang itu.

Sepuluh menit berlalu, Katya belum juga nongol. Aku mulai gelisah tak menentu. Maka kukirim lagi WA padanya.

"Masih lama makannya? Titip air minum kalau ada. Jangan yang dingin." Begitu isi pesanku.

"Ya, Mas. Tunggu sebentar. Dikit lagi selesai."

Aku mengeluarkan laptop dari tas, sedang berpikir mau mengerjakan apa. Ah, bosan. Sedang tidak ada keinginan untuk melakukan apa-apa.

HP kembali ku pegang. Kubuka Gallery, album kamera kubuka-buka. Tampak di thumbnail foto-foto kami, aku dan Katya, besar-besar. Terlihat jelas ekspresi kami di depan kamera HP ku. Aku tersenyum-senyum sendiri tiap kali melihat folder Gallery. Tak kusangka aku dan Katya telah berkenalan begitu dekatnya beberapa bulan ini.

Cetingtung…

Sebuah nada pesan WA dari Katya masuk. Katya ngirim WA. Kubuka ternyata foto seseorang berbaju abu-abu sedang duduk di sekitaran perpus. Oh wait. Itu fotoku. Aku cepat-cepat menoleh kebelakang.

"Huwaaaa…" sapa Katya seperti biasa kalau mengagetiku.

"Ehhhh… kukira siapa ini yang kamu kirim fotonya." Kataku pada Katya dengan nada ceria.

"Haha. Itu fotomu, Mas. Lagian bengong aja disini."

"Hmmm.. situ yang sedang ditunggu." Kataku, "lagi males mau ngapa-ngapain."

"Oh? Kenapa?"

"Gpp, lelah aja. Seharian di lab terus gak berhenti mandangi laptop."

"Nih, air minum. Biar nggak lesu," katanya sambil menyodorkan air mineral.

Aku terima air mineral itu, lalu kubuka dan kuteguk isinya. Segar. Katya lalu duduk di depanku, tersenyum sambil memandangku penuh keceriaan. Semangatku segera kembali menyala, rasa ingin bertemu terkabul sudah. Sore ini bersama seorang wanita yang kukagumi diam-diam.

"Hei," kataku. "Maaf gak respon WA mu semalam."

"Aaaahh.. akhirnya inget. Kenapa, Mas?"

"Hehehe. Maaf, Kat. Tadi malam asyik nonton YouTube." Jawabku berbohong.

Aku berbahonc. Padahal Tadi malam aku lagi pengen menyendiri. Mengistirahatkan pikiranku akan hal-hal yang membuatku tertekan, skripsi misalnya. Namun entah kenapa aku pun tak ingin berbagi dengan Katya, kecuali dia bertanya.

"Tak apa, Mas." Timpal Katya. "Aku tadi malam juga banyak hafalan,  tapi nggak seperti biasa, lebih semangat."

"Oh, ya? Ada apa nih? Cerita dong."

"Eummmm. Apa ya? Nggak tahu, pokoknya lagi mood banget buat belajar."

"Aku pinjam laptopmu, Mas." Lanjut Katya mengalihkan topik. "Aku ga bawa laptop, ada tugas bikin makalah mau bikin outline dulu sedikit."

"Oh. Boleh. Nih."

Lalu aku sodorkan laptopku padanya. Kertas-kertas dan catatan kecil dia keluarkan dari dalam tasnya. Katya larut dalam keseriusannya. Aku mengamati saja dengan sabar sambil melihat HP ku. Main-main sedikit sambil nonton YouTube.

Sesekali kulirik Katya yang sedang menunduk menulis. Ketika itu dia belum mengenakan jilbab. Rambutnya yang hitam tebal berkilau agak orange disinari cahaya mentari sore. Rambut Katya sedikit berombak, sedikit rambut depannya tergerai di atas dahi dan keningnya. Bingkai kacamatanya yang berwarna hitam  terlihat sedikit saat ia menunduk menulis. Baju semi formal berwarna putih berbalut blazer hitam menambah kesan resmi tapi santai pada dirinya. Pas dengan rok panjang berwarna hitam yang ia kenakan.

Sesekali Katya menegakkan badannya, mengetik di laptop, mencari sesuatu. Wajahnya yang manis terlihat serius mencari jawaban atas tugasnya.

Aku taruh Hp ku di atas meja. Lalu bersidekap dan kembali memperhatikan gerak-gerik Katya mengerjakan tugas. Tak sadar, aku tersenyum sendiri.

Tiba-tiba Katya menoleh padaku saat aku sedang memperhatikannya. Aku tertangkap basah.

"Orang tuh, kalau banyak senyum gak jelas kudu cepat periksa," tegur Katya tapi tak sambil menatapku. Nadanya sinis dibuat-buat.

"Hehehe." Aku nyengir saja. "Periksa kemana?"

Katya berhenti menulis lalu menatapku dengan gemas. Lalu disodorkannya air mineral padaku.

"Nih, minum dulu."

Aku ambil lalu kuteguk sekali. "Periksa kemana?" Tanyaku menggodanya.

"Ke dokter jiwa." Jawabnya ketus.

"Hehehe."

"Iiiihhh… Mas Damar nih," Katya menggerutu sambil cemberut. Mimik mukanya terlihat kesal.

"Hehehe," kataku meredakan. "Iya, iya."

Katya lalu kembali serius menatap layar laptop dan melanjutkan catatannya. Aku tahu Katya tipe orang yang sangat serius dan gak bisa diganggu ketika sedang kerja. Tapi seimbang, dalam pandanganku, saat tugasnya sudah selesai dia sama sekali tak mau memikirkan kerjaan.

Aku ndlosor lagi, memeluk tasku sambil mendengarkan mp3. Lagu-lagu instrumental piano dan biola menemani kami berdua sore itu. Aku menemaninya bekerja sambil aku beristirahat. Mataku ku pejamkan. Aku terkantuk-kantuk sore itu. Katya sudah paham dan terbiasa dengan kebiasaanku ini. Aku pun tak pernah punya banyak topik obrolan saat bertemu. Jadi kami bertemu pun seringkali cuma untuk duduk bersama, mengerjakan tugas bersama, atau bersantai bersama.

"Mas Damar jarang bicara ya orangnya," ungkap Katya suatu ketika.

Aku menjelaskan padanya bahwa aku senang bersama dengan Katya. Meskipun cuma duduk bersama dengan jumlah obrolan yang tidak terlalu banyak.

"Aku kurang bisa nyari topik obrolan, Kat. Aku senang bertemu orang, tapi lebih suka menjadi pendengar, kurang pandai bicara. Maaf, ya." Kataku .adanya suatu ketika.

"Ah, Mas Damar nih, sok cool", ledeknya waktu itu.

Aku terlelap entah berapa lama. Kurasakan sisi kananku tak lagi diterpa angin. Aku membuka mata pelan-pelan. Katya duduk disebelah kananku. Entah kapan ia berpindah tempat duduk.

"Diajak temani ngerjain tugas malah tidur," kata Katya sambil tersenyum. Manis sekali.

"Eh. Gak sadar Kat." Kataku sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Tidur berapa lama aku tadi?”

“Habis ngapain Mas?”, Katya tak menjawab pertanyaanku. Berbalik menanyakan kegiatanku, seperti biasa dia concern atas jadwal keseharianku.

"Gak ada, Kat," kataku sambil membetulkan posisiku. Aku lalu duduk tegak, meregangkan badan lalu mengambil air minum.

"Udah selesai tugasnya?" Tanyaku.

"Sudah selesai outline. Nanti malam bikin isinya." Katanya menjelaskan.

Tiba-tiba Katya merebahkan kepalanya ke bahuku. Aku kaget. Pertama kalinya dia bersikap seperti ini. Kami berdua memang dekat banget 5 bulan ini meskipun kami berdua tak pernah membuat komitmen hubungan apa-apa, tapi kami hampir selalu bersama saat waktu longgar.

"Eh. Katya? Are you sure about this?" Tanyaku menggunakan Bahasa Inggris. Sejujurnya aku banyak belajar dari dia tentang Bahasa Inggris.

"Why?" tanyanya balik.

Pelan-pelan aku angkat tangan kiriku. Mengelus-elus kepalanya.

Katya menoleh padaku sembari tersenyum. “Terima kasih, Mas.” Lalu dengan tenangnya diletakkan lagi kepalanya di pundakku.

Aku kikuk tentu saja. Tidak berdaya merasakan apa yang sedang terjadi. Tubuhku gemetar, jantungku berdebar. Aku merasa tentram, lupa sejenak tentang skripsiku yang belum kelar. Sedikit lagi. Semoga saja.